Gunung Sitoli News Perkelahian pelajar SMA yang terjadi di wilayah tersebut. Empat pelajar yang terlibat dengan inisial ADL, JFL, FT, dan MDC divonis hukuman percobaan setelah terbukti melakukan tindak kekerasan terhadap teman sekolahnya.
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan perkelahian anak di bawah umur dan memunculkan pertanyaan tentang efektivitas sistem peradilan anak dalam menangani kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Selain itu, vonis yang diberikan oleh hakim juga mencerminkan pendekatan restoratif, di mana pelaku tidak langsung dijebloskan ke penjara melainkan diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dengan sejumlah syarat khusus.
Rincian Putusan Pengadilan
Hakim tunggal PN Gunungsitoli memutuskan bahwa:
Syarat Umum:
-
Tidak melakukan tindak pidana baru selama masa percobaan 1 tahun.
Syarat Khusus:
-
-
Mengikuti sholat Jumat secara rutin.
-
Mencatat isi khutbah dan mendapatkan tanda tangan imam.
-
Melaporkan catatan tersebut ke Pembimbing Kemasyarakatan (Bapas) setiap minggu dengan tembusan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
-
Mengikuti ibadah minggu di gereja.
-
Mencatat khotbah dan mendapatkan tanda tangan pendeta/pastor.
-
Melaporkan catatan tersebut ke Bapas setiap minggu dengan tembusan ke JPU.
-
-

Baca Juga: Polres Sabang Gelar Upacara Hari Bhayangkara, Kapolres Serahkan Penghargaan kepada Para Teladan
Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim
Hakim menggunakan beberapa dasar hukum dalam putusan ini, antara lain:
-
Pasal 80 (1) Jo Pasal 76C UU No. 17/2016 tentang Perlindungan Anak.
-
Pasal 55 (1) KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
-
UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Pasal 14A (1).
-
UU No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Gabriel Lase, SH, Humas PN Gunungsitoli, menjelaskan bahwa putusan ini sesuai dengan prinsip peradilan anak yang bersifat rehabilitatif dan edukatif, bukan sekadar menghukum.
“Pidana percobaan ini diberikan agar anak-anak tidak perlu menjalani hukuman penjara, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan. Jika mereka melanggar, hakim dapat mencabut status percobaan dan memerintahkan mereka menjalani hukuman,” jelasnya.
Respons Keluarga dan Kontroversi
Orang tua ADL, Mirzan Nur Gea, menyatakan apresiasi atas putusan hakim. Ia menganggap proses hukum telah berjalan sesuai UU SPPA yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.
“Sebagai anggota DPRD, seharusnya beliau bersikap netral dan membantu masyarakat seperti kami yang hanya rakyat biasa. Tapi justru ada upaya tekanan terhadap hakim,” ungkap Mirzan.
Apakah Hukuman Ini Efektif?
Vonis percobaan dengan syarat keagamaan ini menuai pro-kontra. Namun, ada juga yang mempertanyakan:
-
Apakah hukuman ini cukup memberi efek jera?
-
Bagaimana jika pelaku tidak serius menjalani syarat agama?
-
Apakah korban dan keluarganya merasa keadilan telah terpenuhi?
Peran sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat penting dalam mengawasi perkembangan para pelajar yang terlibat.